Profil Bos PT Pindad, Adik Avianto Soedarsono

pindad“Kita Harus Kuat jika Ingin Mempertahankan Kedaulatan”

Memandang rak lemari pajang di kantor Adik Avianto Soedarosono serasa menghabiskan satu semester perkuliahan tentang amunisi dan persenjataan. Di rak lemari itu hanya ada peluru, peluru, dan Anda bisa tebak sendiri setelahnya. Terdapat banyak peluru dalam beragam kaliber, daya tembus, dan tingkat membunuh, yang butirannya mengisi magasin ratusan ribu serdadu dan polisi di Indonesia hingga detik ini. Maklum saja, Adik adalah bos besar PT Pindad, perusahaan persenjataan negara dengan markas besar di Bandung, Jawa Barat. Kepada Fahmi W. Bahtiar dari SINDO Weekly, dia bercerita tentang manis-getirnya perjalanan Pindad, optimismenya pada perekonomian negara yang kian membaik, dan dampaknya pada order persenjataan. Lalu, cerita tentang kedaulatan dan harga besar yang harus dibayar untuk mempertahankannya senyampang memperkuat kemandirian di bidang alat persenjataan. Berikut petikannya:

Bagaimana Anda melihat Indonesia saat ini?

Saya ingin berkomentar di bidang pekerjaan sendiri saja. Pertama, saya sudah 15 tahun di industri persenjataan. Saya lihat, semakin ke sini semakin baik kondisinya. Jika dulunya kami serba terbatas dan bahkan pernah dianaktirikan, kini kemampuan kami jauh meningkat. Kami sudah bisa bikin panser atau persenjataan lainnya yang lebih canggih. Kami juga lebih tekun di tengah membesarnya order. Di luar itu, dan ini penting, kebijakan pemerintah juga kembali berpihak pada kami. Dulu, semasa Pindad masih di bawah Badan Pengelola Industri Strategis (dibubarkan pada 1998 atas “rekomendasi” IMF), kami sangat dimanjakan, disokong penuh, diberi aneka fasilitas, teknologi, dan dana yang besar. Nah, yang terjadi sekarang seperti mengulang kembali zaman kejayaan di era Pak Habibie itu. Pendeknya, sekarang peluang untuk tumbuh dan berkembang terbuka luas. Sayang saja jika peluang emas ini terlewatkan.

Kalau soal ekonomi, seperti apa Anda melihatnya?

Saya tidak begitu mendalami kebijakan ekonomi. Tapi saya berpendapat ekonomi Indonesia jauh membaik. Buktinya? Pemerintah banyak memesan senjata ke Pindad. Senjata tentu saja bukan kebutuhan pokok, seperti beras. Fungsi utamanya untuk meningkatkan detterence (daya tangkal) sehingga musuh jadi segan untuk masuk dan menyerang. Pendek kata, ekonomi harus baik sebelum pemerintah bisa membeli senjata.

Dalam soal pertahanan, di mana posisi Indonesia?

Jika ukurannya persenjataan, koleksi tentara kini sudah cukup obsolete (ketinggalan zaman) sebenarnya. Ini karena ada periode tertentu saat belanja persenjataan TNI hanya sedikit, sekadar untuk kebutuhan operasional. Baru di 2010, belanja mereka meningkat lagi. Tentunya, kita masih kalah dibanding dengan negara-negara jiran yang punya koleksi persenjataan yang lebih modern dan canggih. Kini, kami dalam fase mengejar ketertinggalan itu. Pemerintah belanja aneka peralatan canggih, dari tank, artileri, dan anti serangan udara. Yang dipesan sudah berkelas dunia semuanya.

Impor persenjataan atau produksi dalam negeri. Idealnya seperti apa?

Prinsipnya, kita harus kuat jika ingin mempertahankan kedaulatan. Tanpa begitu, kita pasti jadi bulan-bulanan negara lain. Nah, salah satu tujuan Pindad adalah mendukung persenjataan TNI agar bebas dari bayang-bayang embargo yang membunuh. Tidak bisa tidak, kita harus mandiri.pindad 2

Pemerintah sering dikritik gagal memenuhi kebutuhan persenjataan. Sebenarnya, masalah ada di mana?

Ini hanya masalah ekonomi saja. Ujung-ujungnya kekayaan negara. Sebab, kalau tidak punya uang, dari mana pemerintah mau belanja senjata?

Kemampuan Pindad sendiri sejauh apa?

Saat ini kami dalam fase menghidupkan kembali kemampuan dan keilmuan teknisi dan para insinyur di Pindad. Fase autopilot lepas Reformasi banyak memukul perkembangan sumber daya kami. Pendeknya, segalanya serba lambat. Baru pada 2010 dan 2012 ini kami mendapat Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk pengembangan fasilitas dan sumber daya manusia. Bagaimanapun, ini perlu waktu. Saya pribadi perlu 15 tahun sebelum bisa jadi CEO Pindad. Jika segalanya lapang, hasilnya baru bisa dipetik 5–10 tahun mendatang.

Hambatan yang utama, apa saja?

Yang utama adalah ada tidaknya keinginan pemerintah membantu Pindad. Itu saja.

Jadi, persoalannya karena order persenjataan yang kurang?

Bukan. Pesanan TNI itu sudah rutin. Tahun ini saya dapat order Rp824 miliar. Itu tidak pakai berkeringat mendapatkannya. Yang jadi pertanyaan, kenapa hanya segitu jumlahnya? Kenapa tidak order hingga Rp2 triliun, misalnya? Sebenarnya, kalau mau jujur, jika untuk sekadar bertahan hidup, Pindad di atas rata-rata. Ini karena order dari TNI memang besar. Sekali persenjataan kami keluar, konsumennya adalah 300 ribu personel TNI.

pindad 3Jadi, masalahnya di mana?

Dari sisi kebijakan, sebenarnya sudah banyak perbaikan. Sokongan datang dari Komisi I DPR, via perundang-undangan dan dari presiden sendiri. Masalahnya, ada di tingkat bawah, di level pelaksana kebijakan. Bayangkan saja jika ada pejabat keamanan yang datang ke Pindad memesan alat persenjataan untuk keperluan yang mendesak. Pindad bisa apa dalam waktu sempit? Pola seperti ini jelas merepotkan bagi industri persenjataan mana pun di dunia. Kadang, kebijakan sudah jelas, pelaksanaannya memilih menyimpan informasi dan baru memberi tahu setelah tahun berganti.

Cukup parah juga, ya?

Sebetulnya, pemerintah tidak bisa sembarang mendadak. Meski mereka juga tidak bisa disalahkan karena kadang “diamnya” pejabat keamanan berlatar anggaran yang belum turun. Sebetulnya, kalau kami dianggap “orang dalam”, bisa dong kami diajak mengobrol buka-bukaan. Misal, ada rencana pengadaan sekian item persenjataan, tapi anggarannya belum tersedia. Sekarang ini contohnya, saya diminta menyuplai amunisi kaliber besar untuk latihan gabungan. Tapi, permintaan itu baru datang empat bulan sebelum acara. Repot, bukan? Yang seperti ini membuat kita lagi-lagi terpaksa menggandeng “mitra strategis” dari negara lain.

Ke depan, apa kiat Pindad bertahan di tengah persaingan bisnis?

Pindad ini sederhana. Fokus bisnis kami adalah memproduksi alat utama persenjataan yang pasti dibutuhkan TNI. Nah, dalam soal ini, selama negara ada uang untuk memenuhi keperluan prajurit, selama itu pula Pindad bakal hidup. Bagaimana jika order menyusut? Jika ini kasusnya, seperti di tahun-tahun lampau, kami tak punya pilihan kecuali mengalihkan fokus penjualan untuk pasar ekspor.

pindad 4BIODATA

Nama lengkap : Ir. Adik Avianto Soedarsono, MSIE, Ph.D

Jabatan            : Presiden Direktur PT Pindad (Persero)

Pendidikan : Doctor of Philosophy, Engineering Management University of Missouri Rolla, Amerika Serikat

Penghargaan:

1996 : Piagam Satya Karya 10 Tahun BPPT

1998 : Piagam Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Sapta

2004 : Penghargaan PNS Teladan dari Kementrian Informasi

 

Pindad Sudah Berprestasi Hingga Tak Dimanja Lagi

Di dunia persenjataan, siapa yang tak mengenal SS-2. Senapan serbu buatan PT Pindad (Persero) ini telah memenangi kompetisi menembak militer internasional.Pindad 5

Bersama G2 Pistol Combat—juga produksi Pindad—SS-2 Varian 4HB berhasil membawa Indonesia merengkuh juara umum pada Australian Army Skill at Arms Meeting (AASAM) 2012. Bahkan dengan mengusung berbagai varian SS-2, Indonesia telah lima kali juara umum AASAM.

Hebatnya, SS-2 asli karya anak bangsa. Berbeda dengan moyangnya SS-1 yang dibuat berdasarkan lisensi Fabrique Nationale (FN) Belgia, SS-2 murni dirancang teknisi Pindad.

Pindad sendiri mengklaim SS-2 menggabungkan kelebihan yang dimiliki dua senapan serbu ternama, M-16 buatan Amerika Serikat dan si legenda AK-47 produksi Rusia. Dari M-16, SS-2 menyerap kecanggihan teknologi. Sementara, dari AK-47, SS-2 mewarisi ketahanan. Hasilnya, selain lebih ringan, SS-2 dinilai lebih akurat dan tahan dalam segala jenis medan tempur tanpa khawatir macet jika digunakan.

Sejak diperkenalkan di dalam negeri pada 2005, SS-2 perlahan-lahan akan menggantikan M-16, AK-47, dan SS-1 yang selama ini digunakan prajurit TNI. Bahkan, kini setiap unit TNI bisa memesan khusus jenis senjata berdasarkan varian yang mereka inginkan. Misalnya, Kopassus TNI AD memiliki varian SS-2V5 Commando dan Brimob Polri dengan SS-2V5AI. Kini Pindad sedang menjajaki pembuatan varian SS-2 antikarat khusus untuk unit tempur di TNI AL.

SS-2 tampaknya akan menjadi produk primadona Pindad setelah Panser Anoa. Sejumlah militer dari negara seperti Bangladesh, Brunei, dan Irak sudah menjajaki pembelian untuk mendapatkan layanan tempur SS-2. Bahkan, meski masih malu-malu, Malaysia juga menunjukkan ketertarikannya.

Direktur Utama Pindad Adik Avianto mengatakan bahwa penjualan produk Pindad terus membaik. Pada 2010, perusahaan pelat merah dengan 1.546 karyawan itu mencatatkan angka penjualan Rp1,1 triliun, meningkat dari Rp590 miliar pada 2008 dan 900 miliar pada 2009. Pada 2011 dan 2012, angka penjualan diperkirakan mencapai Rp2 triliun.

Pindad berawal dari sebuah bengkel peralatan militer Belanda di Surabaya pada 1808 bernama Artillerie Constructie Winkel. Bengkel ini berfungsi memperbaiki perlengkapan militer untuk Angkatan Laut Belanda. Pada 1923, bengkel ini berkembang menjadi pabrik senjata dan memindahkan basisnya ke Bandung.

Belanda kemudian menyerahkan pabrik itu kepada Pemerintah Indonesia pada 29 April 1950 dan berganti nama Pabrik Senjata dan Mesiu. Pada 1958, PSM berubah nama menjadi Pabrik Alat Peralatan Angkatan Darat yang kemudian berubah lagi menjadi Pindad. Pada 1983, Pindad mendapatkan status sebagai perusahaan milik negara bernama PT Pindad (Persero).

Pada 1989, bersama sembilan Persero lain, Pindad berada di bawah pembinaan Badan Pengelola Industri Strategis. Saat inilah, Pindad menikmati banyak perlindungan dan fasilitas dari Negara. “Pada zaman BPIS, kami memang sangat dimanjakan,” kata Adik kepada Fahmi W. Bahtiar dari SINDO Weekly.

Masa keemasan itu berlalu ketika Indonesia ditempa krisis pada 1998. BPIS dibubarkan. Perhatian Pemerintah pun hilang. Pindad malah dijadikan anak perusahaan PT Pakarya Industri (Persero) yang kemudian berubah nama menjadi PT Bahana Pakarya Industri Strategis (Persero). Pada 2002, Bahana dibubarkan dan Pindad pun berada di bawah kewenangan Kementerian Negara BUMN hingga kini.

Meski tak lagi dimanjakan seperti pada era BPIS, Adik menilai kelahiran Komite Kebijakan Industri Pertahanan dan Undang-undang Industri Pertahanan sebagai momentum kembalinya perhatian Pemerintah. “Sekarang peluang ada pada kami, mau ambil atau tidak.”